SKANDAL bisa terjadi di mana saja, tak terkecuali di udara. Terkuaknya kasus layanan seks di pesawat beberapa waktu yang lalu membuktikan hal itu. Layanan itu dipraktekkan oleh pramugari terhadap penumpang saat melakukan penerbangan jauh.
Layanan tambahan tersebut sebenarnya bukan hal baru. Cek saja situs Uptownmagazine.com. Terungkap, pramugari asal Thailand yang bekerja di maskapai penerbangan ternama di Arab Saudi mengaku berhasil meraup fulus fantastis berkat layanan tambahan yang ditawarkan itu. Selama dua tahun, setidaknya 600 ribu pound sterling atau sekitar Rp 14,6 miliar dapat dikumpulkannya.
Fakta lain, seperti dilansir Dailymail.co.uk, menunjukkan tidak sedikit pramugari di Jepang yang rela menjual diri dengan melayani pilot. Kejadian tersebut tentu saja mencoreng profesi pramugari saat menjalani tugas.
“Sebenarnya hal tersebut memang sudah menjadi rahasia umum di dunia penerbangan. Hubungan antara pilot dan flight attendant tidak dilarang,” tutur ujar seorang pramugari, sebut saja Via.
Yang menjadi masalah, ia melanjutkan, adalah proses, latar belakang, dan tujuan hubungan yang terjadi di antara keduanya. “Sebenarnya yang lebih sering menjadi permasalahan adalah hubungan singkat atau affair yang dilakukan keduanya,” ujarnya. Via menyebut, di maskapai penerbangan tempatnya bekerja malah ada beberapa pilot yang mendapat gelar “pemain”. Berbagai cara kerap dilakukan pilot untuk menarik perhatian pramugari. “Mulai mengumbar pujian sampai rayuan gombal, dan biasanya ujungnya cuma mau bercinta,” katanya.
Menyiasati Stigma Pramugari
Pilot dan pramugari merupakan dua sosok yang menjadi pemeran utama di dunia maskapai penerbangan. Walhasil, sepak terjang mereka akan membawa dampak negatif ataupun positif bagi maskapai penerbangan yang menaungi. Terungkapnya kasus layanan seks di pesawat yang dilakukan oleh pramugari di sebuah maskapai penerbangan internasional, misalnya, tentunya menimbulkan citra buruk bagi pramugari di tempat tersebut.
Dampak kelakuan negatif segelintir pramugari, tak terkecuali yang pernah dirasakan Via. Kegenitan beberapa pramugari itu tak hanya berdampak pada pramugari lain yang bekerja di maskapai penerbangan yang sama. “Maskapai penerbangan pun ikut mendapat label negatif. Reputasi hancur. Akibatnya, ada beberapa flight attendant yang enggan bekerja di maskapai penerbangan itu,” ia memaparkan.
Banyak yang risi terkena stigma publik tersebut, tapi ada cara jitu menghadapi gunjingan masyarakat sekitar. “Kuncinya, harus bermuka badak menghadapi opini buruk dari orang sekitar, khususnya bagi pramugari yang berhasil mengatasi godaan,” ujarnya.
Sumber: MALE Zone, MALE 159 http://male.detik.com