Tepat 2 November 2014 MALE memperingati tahun kedua hari kelahirannya. Sejak published pertama hingga edisi ke 56 ini, majalah digital interaktif ini hadir ke pembacanya melalui tiga platform sekaligus, dalam format digital interaktif yang bisa dinikmati melalui iPad dan tablet (dan belakangan phablet, bahkan mobile) yang berbasis Android, serta dalam format PDF via desktop (PC dan laptop), serta ponsel.
Perjalanan majalah digital interaktif cukup menggembirakan. Bukan saja secara kreatif media ini semakin matang, seiring dengan perkembangan teknologi. Tapi juga, pembacanya makin meluas, serta banyak perusahaan (baca: pengiklan) sudah mulai memandang medium ini sebagai platform masa depan. Mengapa digital?
Karena digital membawa fleksibilitas yang jauh melebihi kemampuan media kertas, dengan kapasitas distribusi yang tak terbatas. Majalah cetak bisa direplikasi secara digital, bahkan dapat diperkaya dengan, video, suara, dan tautan web, yang unik dan interaktif.
Memang tak terbendung, digitalisasi sudah merambah ke seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam dunia penerbitan. Perlahan tapi pasti, proses digitalisasi media terus berlangsung. Cerita tutupnya majalah konvensional (cetak) bukan hal baru, sementara lahirnya majalah-majalah digital adalah sebuah keniscayaan.
Di AS, seperti dituturkan dalam artikel di Econtentmag.com, yang ditulis oleh Keith Loria, Alliance for Audited Media melaporkan bahwa pada semester pertama 2014 industri media digital menunjukkan sinyal perkembangan yang positif.
Sementara itu, seperti dilansir dari AdAge.com, PricewaterhouseCoopers melalui Global Entertainment and Media Outlook memperkirakan nilai iklan di media digital akan menanjak tahun ini. Besarnya sekitar 22,4 persen atau US$ 3,9 miliar, dan akan mencapai US$ 7,6 miliar pada 2018. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di media cetak (baca: MALE Zone).
Di Indonesia, kita baru saja menyaksikan tutupnya 9 majalah cetak dari kelompok penerbitan besar, yang selain mismatch, tentu berkaitan dengan perkembangan teknologi digital yang menggusur cetak, serta bergesernya pasar.
Memang, tidak mudah mengubah kebiasaan dari cetak menjadi digital. Dalam masa transisi, media digital adakalanya mengalami fase stagnan. Dalam hal ini, biasanya beberapa orang dengan data yang sangat minim akan langsung menjatuhkan vonis di dunia digital pun tidak ada masa depan. Benarkah?
Yang jelas, fakta yang tidak bisa dimungkiri adalah, berbagai macam kecanggihan teknologi dimiliki tablet komputer yang dipakai sebagai media. Marcus Rich, kepala publisher majalah terbesar di Kerajaan Inggris, percaya, dengan meningkatkan inovasi, seperti programmatic advertising dan kecerdasan penggunaan software untuk memberi ruang iklan digital secara lebih efisien, kesempatan akan berkembang lebih baik. Untuk memenuhi kebutuhan itu, workflow yang digunakan pun tentunya berbeda dengan budaya media cetak.
Well, whether you like it or not, the digital era has arrived. MALE di usia dua tahun memang relatif muda, masih kategori “balita”. Sebagai digital interactive product, genre baru dalam media, masih banyak yang harus dipelajari dan dikembangkan. Ya, dari waktu ke waktu, MALE terus melakukan terobosan dan inovasi. Kami percaya, bahwa kreativitas adalah langkah awal untuk menjadi besar.
Sumber: Editor’s Note by Burhan Abe (Editor in Chief) MALE 106 #MALE2ndAnniv