Video Musik

Internet Merangkul Video

Pada 2005, perkembangan teknologi digital semakin pesat, video musik pun ikut masuk ke Internet. Sebetulnya, sejak 1997, situs iFilm menjadi hostbagi video pendek. Lalu pada 1999-2001 Napster membuka layanan sharing video.  

Puncaknya, pada 2005 meluncurlah website YouTube, yang membuat terobosan menonton video online menjadi lebih mudah dan cepat. Situs ini melekat di kepala orang, sehingga mencari video, berarti membuka YouTube. Semakin lama musikus yang melihat kesempatan ini semakin menyadari posisi YouTube sebagai jalan untuk lebih meluaskan popularitas videonya.  

Salah satu yang mengenyam manisnya keberadaan YouTube adalah Weezer, dengan video musik Pork and Beans pada 2008. Single itu menjadi karya Weezer yang paling sukses akibat efek video musik yang diunggah ke YouTube.  

Sayangnya, YouTube harus berhadapan dengan RIAA, yang mempertanyakan hak intelektual atas penayangan berbagai video musik itu. Legalitas kepemilikan video musik tersebut berada di tangan label musik yang merilis karya itu. Setelah merger dengan Google, YouTube mencari cara membayar royalti pemutaran sebuah video musik.  

Namun masalahnya tidak sesederhana itu. Tiap label memiliki kebijakan sendiri dalam merilis video musik. Rata-rata label itu merilisnya sebagai bentuk promosi penjualan produknya.  

Yang jelas, video musik menciptakan popularitas tersendiri bagi para musikus. Thirty Seconds to Mars, misalnya, pada 2009 mengangkat Kings and Queens ke YouTube, yang langsung dilihat oleh 100 juta penonton. Di MySpace, video musik ini ditonton oleh 40 juta orang. Adapun di iTunes Store, video musik tersebut menjadi Video of the Week dan salah satu video musik yang kerap diunduh. Video itu menghasilkan empat nomine dalam MTV Video Music Awards 2010.  

Yup, video musik saat ini tak hanya dapat dinikmati di televisi. Koneksi dan kecepatan Internet yang semakin baik membuat video musik sangat mudah ditonton secara online. Dengan kepemilikan bersama antara Universal Music Group, Sony Music Entertainment, Google, dan Abu Dhabi Media, meluncurlah Vevo pada akhir 2009. Video musik yang ada merupakan milik perusahaan bersama, yang membagi kue iklan dengan Google sebagai pemilik YouTube.  

Video musik di jaringan Vevo diambil dari perpustakaan tiga label besar, yakni Universal, Sony Music, dan EMI. Maka Vevo tak pernah kehabisan video musik karya musikus ternama. Konon, Warner Music Group sempat tertarik bergabung, tapi akhirnya memilih MTV Networks.  

Sumber: MALE Zone – Paksi Suryo Raharjo, Majalah MALE 91

Related Stories

spot_img

Discover

Djournal Coffee Hadirkan Identitas Baru dengan Semangat yang Lebih...

Menunjuk Laura Basuki sebagai Chief Excitement Officer, Djournal Coffee Membawa Pengalaman Kopi ke Level...

Nasionalisme dalam Kabut Digital: Sebuah Refleksi atas Karya Denny...

Oleh: Burhan Abe Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi digital, Denny JA melalui...

Nasionalisme Di Era Algoritma

Oleh: Denny JA (Di tahun 2024, sambil memainkan aplikasi kecerdasan buatan, anak muda itu merenungkan...

HUT, Destinasi Kuliner dan Gaya Hidup Terbaru di Bali

HUT Café kini hadir sebagai magnet baru bagi pencinta kuliner di kawasan Seminyak, Bali....

Apéritif dan Pinstripe Bar: Bawa Suasana Internasional ke Dunia...

Mendekati akhir 2024, duo restoran dan bar favorit di Bali, Apéritif dan Pinstripe Bar,...

Retreat Memikat di Plataran Puncak Resort

Rasakan keindahan Plataran Puncak Resort, destinasi sempurna untuk liburan tak terlupakan dan acara istimewa...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here