Iklan Digital Lebih Seksi

KEBERADAAN media digital merupakan bagian dari perkembangan media massa. Dulu, media cetak hanya bersaing dengan sesama media cetak, yakni koran dan majalah, ditambah radio dan televisi. Tapi kini, media konvensional tersebut harus menghadapi revolusi media, yakni media digital.  

Tapi yang jelas, media digital, atau lebih luas online, adalah peluang bukan ancaman, kendati uang yang masuk ke new mediaitu di Indonesia relatif kecil. Juga, kue iklan untuk media digital di Indonesia yang pada tahun 2013 mencapai Rp 1,5 triliun, misalnya, 70 persen mengalir ke perusahaan media digital asing, seperti Google, Yahoo, Facebook, Tweeter, dan Facebook.  

Artinya, demikian Direktur Pengembangan Bisnis Kelompok Kompas Gramedia, Edi Taslim, hanya tersisa sekitar Rp 400-500 miliar yang diperebutkan oleh 25 lebih media digital Indonesia.   Sungguh, kondisi yang masih memprihatinkan, apalagi melihat jumlah pengguna internet di Indonesia yang sudah mencapai 70 juta, yang sungguh luar biasa. Lalu,  mengapa iklannya masih relatif kecil?  

Berikut analisis Handi Irawan D, CEO Frontier Consulting Group. Pertama, pengetahuan para pelaku bisnis dan pemilik merek di Indonesia relatif minim dalam hal teknologi digital. Akibatnya, mereka masih kurang yakin terhadap efektivitas dari media digital. Proses pengukuran efektivitas dari media digital ini masih sangat minim, dan mungkin hanya beberapa puluh perusahaan di Indonesia saja yang melakukannya.  

Kedua, kisah sukses dari merek-merek atau perusahaan di Indonesia yang berhasil meningkatkan penjualan atau meningkatkan ekuitas merek dengan hanya mengandalkan media digital masih minim. Yang sering menjadi contoh, biasanya hanya perusahaan dengan skala kecil dan umumnya banyak yang menggunakan media sosial.   Ketiga, tentu saja adalah dari medianya sendiri. Iklan internet di Indonesia yang terbanyak adalah dalam bentuk iklan banner dan display – di luar kedua jenis iklan itu nyaris nol.  

Keempat, karakter pengguna internet di Indonesia masih dominan dalam hal media sosial. Selain itu, pengguna internet di Indonesia didominasi oleh mereka yang berusia muda. Dalam hal ini, banyak perusahaan atau pemilik merek merasa bahwa iklan di media digital tidak mampu menjangkau sebagian besar dari target mereka.  

Walaupun demikian, semuanya ini tinggal menunggu waktu. Pandangan pesimis menganggap kondisi ini sangat mencemaskan, tapi padangan optimis ini justru merupakan tantangan bagi perusahaan penerbitan di Indonesia. Perusahaan-perusahaan penerbitan digital itu dituntut untuk lebih kreatif, dengan produk-produk yang kreatif pula, supaya bisa menarik pengiklan.  

Media digital interaktif merupakan sebuah produk teknologi informasi terbaru yang trendi saat ini. Kehadiran model bacaan baru dalam formal digital ini tentu sangat berpengaruh kepada cara masyarakat mengomsumsi media.  

Dulu, tak terbayangkan kita dapat membaca majalah berformat digital, yang bukan hanya dalam bentuk Web atau file PDF, Word, Photoshop atau sejenisnya, melainkan dalam berbagai format sesuai dengan keinginan. Majalah digital berformat folio, misalnya, mempunyai konten yang sama, desain grafis yang sama, serta tampilan yang sama, dengan majalah cetak, bahkan lebih dari itu; interaktif dan ada videonya.    


Selain memberi pengalaman membaca yang baru, lebih fleksibel, interaktif dan menyenangkan, juga memungkinkan Anda menyimpan puluhan majalah tanpa harus menenteng tumpukan kertas yang sangat tebal seperti di masa lalu, hanya dalam sebuah tablet.  

Hal inilah yang membuat orang seperti Chris Antonius, CEO sebuah perusahaan, merasa optimistis. Iklan di media digital peluangnya besar, juga lebih seksi. Selain bisa menyasar target yang lebih luas, hasil dari pemasangan iklan pun bisa terlihat lebih jelas.  

Menurut Chris,  iklan di media tradisional dianggap tidak lagi begitu efektif untuk menggaet konsumen, berbeda dengan iklan digital yang memanfaatkan akses internet di komputer dan perangkat mobile, sepert tablet dan smartphone. “Kebiasaan orang-orang sekarang yang kerap menggunakan waktu luang mereka di komputer dan perangkat mobile, adalah peluang manis bagi pengiklan,” tukasnya.  

Menurutnya, hasil dari iklan pun akan terlihat lebih jelas. Yang menarik, iklan digital bisa dilacak dan dilaporkan dengan jelas. Pengiklan bisa mengetahui  dengan tepat berapa banyak orang yang mengklik iklan atau melihat produk yang diiklankan tersebut – yang tidak didapatkan di media tradisional. (Burhan Abe)  

Sumber: MALE 82

Related Stories

spot_img

Discover

Pemasaran Influencer di Asia Tenggara: Masa Kini & Masa...

Survei Vero terhadap influencer di Asia Tenggara memberikan gambaran mendalam tentang strategi pemasaran influencer...

Lulu Bistrot Hadirkan Menu Sunday Brunch Terbaru

Nikmati pengalaman brunch santai khas Prancis di spot favorit Canggu setiap Minggu. Minggu Anda kini...

Agora Mall, Destinasi Gaya Hidup Modern di Thamrin Nine...

Terletak di kompleks prestisius Thamrin Nine, Agora Mall terhubung langsung dengan landmark ikonis seperti...

Djournal Coffee Hadirkan Identitas Baru dengan Semangat yang Lebih...

Menunjuk Laura Basuki sebagai Chief Excitement Officer, Djournal Coffee Membawa Pengalaman Kopi ke Level...

Nasionalisme dalam Kabut Digital: Sebuah Refleksi atas Karya Denny...

Oleh: Burhan Abe Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi digital, Denny JA melalui...

Nasionalisme Di Era Algoritma

Oleh: Denny JA (Di tahun 2024, sambil memainkan aplikasi kecerdasan buatan, anak muda itu merenungkan...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here