Menurut Yap, tahun 1970-an, SIA dikenal sebagai maskapai yang menawarkan headset gratis, minum gratis dan pilihan makanan di kelas ekonomi. Selanjutnya SIA juga tercatat sebagai trendsetter dalam berbagai pelayanan, yang tonggak-tonggaknya sebagai berikut; 1984 (first to fly non-stop London-Singapore), 1991 (first with inflight telephones), 2001 (first to launch inflight trial of e-mail), 2001 (first to launch audio & video on demand in all classes), dan 2004 (world’s longest non-stop flights), dan 2007 (launch customer for the A380).
Kalau di kelas ekonomi saja para penumpang mendapatkan pelayanan yang terbaik, lebih-lebih kalau kelas bisnis atau kelas utama. Untuk penyediaan makanan, misalnya, sejak September 1998, SIA memanfaatkan para chef kelas dunia, yang Singapore Airlines’ International Culinary Panel (ICP). Mereka menciptakan menu-menu otentik yang dihidangkan di atas pesawat. “Makanan di atas pesawat kulaitasnya minimal setingkat di atas hidangan di darat,” ujar peraih gelar Mechanical Engineering dari National University of Singapore itu.
Good food and wines, itulah prinsip yang ingin ia diterapkan SIA. Tidak hanya makanannya yang terjaga, wine yang disajikan pun yang terbaik, bahkan untuk suit class dan firs class, wine yang dhidangkan adalah wine asal Bordeaux, Prancis, salah satu wine terbaik di dunia. “Dining experience in SIA is exquisite, elegant, and exclusive,” ujar Yap, yang mempunyai hobi scuba diving dan golf itu.
Jadi bukan tanpa alasan kalau SIA akhirnya menerbitkan buku masak memasak. Justru dengan menerbitkan buku – yang hasil penjualannya untuk disumbangkan untuk amal, bukan berarti tanpa perhitungan bisnis. Inilah salah satu cara SIA membentuk citra positif sebagai maskapai penerbangan kelas satu di dunia. (Burhan Abe)