Volkswagen Beetle adalah contoh cult brand yang lain. Produknya terjual lebih dari 22 juta sejak diproduksi secara massal di Jerman 1938. Para pecintanya membentuk ratusan klub-klub VW di seluruh dunia, dan melakukan berbagai kegiatan, mulai dari rally hingga bakti sosial. Self expression yang ditunjukkan oleh penggemar kendaraan ini menunjukkan pemenuhan kebutuhan tertinggi dari hierarki Maslow.
Nostalgia dan hobi merupakan salah satu faktor pembentuk kuatnya hubungan emosional sesama pemilik kendaraan VW. Tapi ikatan emosional masa lalu saja tidak cukup, Volkswagen juga menawarkan desain yang unik – hal ini terlihat pada seri Golf, Passat, atau Jetta yang inovatif.
Kecanggihan fitur ditambah kekuatan merek yang mempunyai sejarah panjang di bisnis otomotif dunia inilah antara lain yang membuat penjualan VW dan Audi (anak perusahaan Volkswagen) tahun lalu melesat 14% menjadi 437.000 unit dan merebut pangsa pasar 2,5% (dari hanya 0,5% pada 1993), walau harganya sekitar 20% lebih mahal ketimbang mobil merek lain dari kelas yang sama.
VW, dan juga Apple, berhasil menjadi cult brand, karena mereka tidak hanya menjual produk tapi juga gaya hidup. Cult brand juga menunjukkan kebebasan personal pelanggannya dan menjaga pelanggan dari serangan musuhnya. Selain membentuk komunitas pelanggan, prinsip dasar pembentukan merek yang mampu dikultuskan adalah mendengarkan pelanggan dan menciptakan cult brand evangelist.
Nokia adalah merek baru yang tinggal selangkah lagi untuk menuju cult brand. Untuk itu Nokia harus menjadikan pelanggannya menjadi bagian dari satu kelompok yang berbeda dari yang lain. Menggarap konsumen ponsel Nokia menjadi komunitas berbeda serta menyediakan berbagai dukungannya merupakan langkah yang bagus. Juga menggarap game society yang spesifik merupakan lompatan yang berani, meski beberapa merek elektronik ternama, seperti Philips, Samsung, bahkan Apple, terbukti kurang berhasil memasuki arena ini. (Burhan Abe)
Nokia Maketing Award, 2002