Sejarah Australia di Canberra

“Petulangan rasa” di Canberra tidak kalah serunya. Ibu kota negara yang mempunyai hutan dan dataran tinggi (571 meter dari permukaan laut) itu terlihat sangat lengang. Maklum, penduduknya hanya 314.000 jiwa – 60 persen di antaranya pegawai negeri. Karena ibu kota, di sini terdapat 70 kedutaan besar dari berbagai negara.

Kota yang dirancang oleh arsitek asal Amerika, Walter Burley Griffin pada 1911 itu mempunyai pemandangan yang sangat asri. Beberapa gedung tua menjadi objek wisata tersendiri, antara lain National Gallery yang menampilkan lebih dari 110 artefak dan Old Parliament House yang dibangun pada 1927.

Saya sendiri terkesan dengan National Museum of Australia. Museum yang dibuka Maret 2001 dan menelan biaya 155 juta dolar Australia ini mempunyai bangunan yang sangat funky. Meski yang dipamerkan adalah benda-benda kuno, tapi pengemasannya sangat modern. Memasuki museum seperti membaca sejarah Australia. Di pintu gerbang kita terlebih dulu dipersilakan duduk di ruang teater. Tidak seperti bioskop biasa, karena layarnya tidak tunggal dan bisa dinaikturunkan, sesuai dengan efek yang ingin dicapai. Tempat duduknya pun bisa berputar, seolah-olah ingin mempertunjukkan kecanggihan multimedia tiga dimensi yang sedang ngetren belakangan ini.

Di ruang museum pun merupakan rekreasi tersendiri. Gambar-gambar pahlawan, misalnya, tidak sekadar diam, tapi ada tombol-tombol komputer interaktif untuk mengekplorasi informasi lebih jauh.

Lalu, bagaimana dengan rekreasi makanannya? Ternyata ada 300 restoran di Canberra. Kami kebetulan mengunjungi tiga restoran yang direkomendasikan, yakni Axis yang terletak di museum dan dioperasikan oleh Hyatt Hotel, tempat kami menginap, Anise Restaurant yang menyajikan makanan Australia dengan sentuhan Mediteranean dan Asia, serta Aubergine yang sangat cozy.

Photo by Anton Mislawsky on Unsplash

Canberra juga dikenal sebagai penghasil wine, tak kurang dari 24 perkebunan anggur dan industri wine yang terdapat di sini. Kami mengunjungi salah satunya, Lark Hill Winery. Pemiliknya adalah Dr David Carpenter, yang mengelola winery ini secara personal dengan beberapa tenaga kerja. Meski kelas rumahan, toh banyak penghargaan yang diberikan kepada merek wine ini. (Burhan Abe)

ME 2002

Previous article
Next article

Related Stories

spot_img

Discover

Nasionalisme dalam Kabut Digital: Sebuah Refleksi atas Karya Denny...

Oleh: Burhan Abe Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi digital, Denny JA melalui...

Nasionalisme Di Era Algoritma

Oleh: Denny JA (Di tahun 2024, sambil memainkan aplikasi kecerdasan buatan, anak muda itu merenungkan...

HUT, Destinasi Kuliner dan Gaya Hidup Terbaru di Bali

HUT Café kini hadir sebagai magnet baru bagi pencinta kuliner di kawasan Seminyak, Bali....

Apéritif dan Pinstripe Bar: Bawa Suasana Internasional ke Dunia...

Mendekati akhir 2024, duo restoran dan bar favorit di Bali, Apéritif dan Pinstripe Bar,...

Retreat Memikat di Plataran Puncak Resort

Rasakan keindahan Plataran Puncak Resort, destinasi sempurna untuk liburan tak terlupakan dan acara istimewa...

Jaipur Rugs Expands its Presence in Asia with the...

Jaipur Rugs, an icon in the realm of handmade rugs, proudly unveils its flagship...

Popular Categories

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here