Pewarna ini memang belum pernah dipakai untuk menato sebelumnya karena sifatnya mudah terserap tubuh. Untuk mengatasinya, seorang ahli dari Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston, telah mengembangkan cara untuk melapisi pewarna tersebut dalam butir-butir polymer yang diameternya hanya 1-3 mikrometer. Ini membuatnya cukup kecil untuk bisa dimasukkan dalam kulit dan diserap set kulit dalam bentuk warna-warna tato.
Kalau dalam perjalanan hidupnya seorang pemilik tato tidak menyukai tatonya, ia bisa menghilangkannya dengan mudah dengan laser. Cukup sekali tembakan, butir-butir polymer dalam pigmen kulit tersebut akan terbuka dan pewarna akan terserap ke datam sel, dan tato akan hilang. Ini berbeda dengan pewarna tato yang selama ini kita kenal, walau sudah dilaser sepuluh kali tidak bisa hilang sepenuhnya.
Tapi begitulah, tato memang pilihan. Sebetum memutuskan memasang tato di tubuh, seseorang harus berpikir sepuluh kali. Bahkan bagi seniman tato I Gusti Ngurah Awijaya, sebetum menorehkan gambar ke tubuh petanggannya, ia perlu berdiskusi lama, “Jangan pas mabuk, atau dalam keadaan psikis yang impulsif. Ketika sadar ternyata ia tidak menyukai gambarnya, kan bisa berabe,” katanya.
Memang, bagi pemula yang paling aman adalah membuat tato secara temporer dulu. Itu pula pernah dilakukan oleh Djenar Maesa Ayu. Penulis selebriti awalnya memakai tato temporer yang hanya bisa bertahan sebulan ketika berlibur di Bali. Berikutnya ia juga merajah tubuhnya – juga temporer – sebagai aksesoris, yang disesuaikan dengan busana yang ia pakai.
Lama kelamanaan ia jatuh cinta dengan seni ini, dan sekitar 2003 ia memutuskan untuk menato tubuhnya secara permanen. la memilih gambar kupu-kupu, dalam ukuran kecil, di pundak. Berikutnya is menato sekujur punggungnya.
Lambang Kejantanan
“Tidak ada yang salah dengan tato,” kata Djenar. Yang menarik dari tato adalah ketika karya seni ini diabadikan di tubuh. Kita tidak sekadar punya dan sekadar dilihat, tapi kita membawanya ke mana-mana. Bahkan orang lain bisa melihat dan menikmati keindahan gambarnya. “Tentu ada rasa kebanggaan dan memang tato ini menjadi perhatian pandangan bagi orang lain,” ungkap putri sutradara Syumanjaya (almarhum) itu.

Menurut Djenar yang single parent ini, tato itu identik dengan maskulinitas, karena itu perempuan bertato terlihat sensual, karena maskutinitas itu terukir dari tubuh yang feminin. Dan laki-laki dengan tubuh maskulin ditambah tato, yang juga adalah simbol maskutin, tidak membuatnya jadi terlihat sensual. “Saya suka perempuan yang punya sisi maskulin, sebaliknya, saya suka laki-laki yang punya sisi feminin. Saya suka hat-hat yang kontradiktif sekaligus merefteksikan keseimbangan,” jelasnya.
Memang, tato dipercaya untuk mempresentasikan sesuatu, semacam rahasia yang tersimpan dalam tubuh pemiliknya. Kalau menitik jauh ke belakang, sebagai tradisi sejumlah etnis kuno, mulai dari suku-suku Maori, Inca, Ainu, Polynesians, Mesir kuno, dan lain-lain, termasuk suku Dayak di Indonesia, tato mempunyai makna yang bermacam-macam, dari mulai alasan kebudayaan sampai sesuatu yang dianggap modis dan trendi.
Secara ritual dan tradisi, tato memitiki sesuatu yang sangat penting, bahkan sering dianggap magis. Sementara di zaman modern seperti sekarang tato adalah bagian dari seni, bahkan sebagai fashion. Memang, sebelum dianggap sebagai bagian dari mode, tato dianggap sebagai simbol pemberontakan. Anggapan negatif masyarakat bahkan semakin menyempurnakan citra tato sebagai simbol anti kemapanan ini. Jika aktor papan atas dan komedian Tora Sudiro juga merajah tubuhnya dengan banyak tato, berarti juga anti kemapanan atau hanya bagian dari fashion?
Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang, karena jawabannya pasti kocak. Nggak penting gitu loh… (Burhan Abe)
Sumber: Male Emporium