Tapi yang jelas, Hengky tidak sendiri. Di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, orang yang memilih jalan hidup seperti Hengky tidak sedikit. Nilai-nilai yang kehidupan sosial yang dulu ketat, kini mulai melonggar. Hubungan seksual, misalnya, tidak lagi dipandang kesakralannya yang hanya boleh dilakukan oleh dua orang yang berlainan jenis dalam ikatan perkawinan. Hubungan seksual kini menjadi aktivitas rekreasi, yang bisa dilakukan kapan saja diinginkan seperti halnya kebutuhan makan dan minum. Bahkan perselingkuhan yang dulu dianggap sebagai perbuatan zinah, menjadi tema yang biasa dalam pergaulan modern.
Nilai-nilai memang telah bergeser suka atau tidak suka. Hubungan seks bukan lagi urusan moral, tapi mengupayakannya sebagai perbuatan yang sehat dan bertanggung jawab. Artinya, orang tua perlu membekali anak-anak gadisnya pil anti hamil, sementara para pria pun perlu melengkapi diri dengan kondom. Bukan rahasia, berbagai alat kontrasepsi dan pil KB itu kini bisa didapatkan di mana-mana secara mudah. Bahkan di Jakarta, Papua, Surabaya, Semarang, Bandung, Mataram dan beberapa daerah lainnya telah tersedia mesin vending kondom (semacam ATM khusus). Baik di beberapa lokasi seperti rumah sakit, klinik, maupun kantor-kantor kelurahan.
Gaya Hidup Manusia Modern
“Fenomena hidup bebas tanpa nilai merupakan gaya hidup manusia modern,” ujar pengamat sosial Axis Munandar, Msi. Pengajar Pasca Sarjana Universitas Nasional Jakarta ini juga mengakui bahwa hasrat manusia terhadap lawan jenis bersifat universal, terutama lelaki pada perempuan. Dari nilai agama lelaki mempunyai hak lebih untuk berinteraksi dengan perempuan.
Agama Islam mengakui lelaki mempunyai peluang untuk menikah lebih dari satu perempuan. Dalam masyarakat modern nilai-nilai seperti ini ditolak, tapi realitanya masyarakat modern memberikan peluang lelaki untuk berinteraksi bebas dengan banyak perempuan.
Ciri masyarakat modern adalah permisif terhadap nilai kebebasan. Menyebabkan masyarakat menjadi liar, hidup tanpa nilai. Pada dasarnya modernisasi lebih berorientasi pada ilmu pengetahuan yang bebas nilai, yang secara tidak langsung berdampak pada gaya hidup manusia. Itu karena gaya hidup yang tidak bisa lepas dari keberadaan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ciri lain masyarakat modern adalah relativitas nilai. Mereka berpandangan bahwa nilai bukan suatu yang absolut. Nilai sosial berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
“Nilai agama dan budaya tradisional dipandang sebagai nilai yang tidak berkembang dan mengantarkan manusia pada ketertinggalan, nilai yang benar adalah nilai sekarang, bukan nilai lama,” jelasnya.
Longgarnya nilai-nilai moral lama ini, nyatanya tidak hanya diyakini sebagian masyarakat kita, tapi bahkan dilegitimasi oleh pemerintah. Bila membaca salah satu poin tips dalam menjaga kesehatan reproduksi yang tertera dalam situs BKKBN, misalnya, memberikan alternatif cara melakukan seksual di luar nikah yang aman, padahal perbuatan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai lama baca agama, etika, dan moral.
Tips itu antara lain berbunyi: “Gunakan kondom, terutama jika berhubungan dengan kelompok berisiko tinggi, misalnya pekerja seks komersial.”
Apa boleh buat, perilaku individu untuk boleh berbuat apapun, mendapat dukungan yang kondusif di negeri ini. Gaya hidup serba boleh (permisif) ini merupakan perwujudan dari kebebasan berperilaku yang merupakan salah satu pilar pemikiran liberal yang diagung-agungkan masyarakat Barat sudah menjalar ke sini.
Memang kenyataan bahwa kebebasan komunikasi dan informasi serta arus globalisasi secara kasat mata telah berefek (sebagian orang menyebut negatif) terhadap nilai-nilai luhur bangsa dan dikuatirkan akan semakin kebablasan. Kehidupan ekonomi yang menghimpit, stres dan frustrasi masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal, telah mengantarkan masyarakat pada sikap yang makin permisif. Akhirnya, semuanya memang terpulang kepada pribadi masing-masing. Pilihan sepenuhnya ada di tangan Anda! (Burhan Abe)
Sumber: Male Emporium