King Koil memimpin pasar kasur pegas untuk kelas atas di Indonesia. Selain disukai di pasar ritel, produk asal AS ini juga jaya di hospitality industry. Hotel-hotel mewah di Bali dan Jakarta mempercayakan kenyamanan tempat tidurnya pada merek ini. Rahasianya?
Heavenly Bad by King Koil. Begitulah kenyamanan tidur yang ditawarkan Hotel Westin Bali. Siapa yang diuntungkan, pihak hotel ataukah King Koil? Pertanyaan naif sebenarnya, karena dalam dunia pemasaran ada istilah yang disebut sebagai mutualisme simbiosa, di mana dua merek melakukan cobranding yang saling menguntungkan.
King Koil diposisikan sebagai produk kelas atas, sementara Westin sebagai hotel berbintang lima perlu menyediakan fasilitas tidur yang memang benar-benar premium, yang dalam hal ini diwakili oleh kasur pegas asal Amerika itu.
Menurut Kapsin, Executive Housekeeping Hotel Westin, pihaknya menggunakan King Koil sejak tahun 2003 setelah hotel tersebut melakukan renovasi. Alasannya, karena King Koil mampu menenuhi spesifikasi yang diinginkan hotel, antara lain berapa ukuran yang dibutuhkan, juga lapisan yang dibutuhkan. Kualitas King Koil tidak diragukan lagi, “Keunggulan King Koil yang lain, selain mereknya sudah kuat, pelayanan purna jualnya pun oke. Mereka berani memberikan garansi terhadap kerusakan. Setiap ada komplain, selalu ditanggapi dengan baik,” katanya.
Itu sebabnya Westin tidak ragu-ragu ketika tagline iklan seperti yang disebut di awal tulisan ini, disosialisasikan melalui media cetak dan radio setahun yang lalu. Saat ini Westin yang mempunyai sekitar 335 kamar menggunakan King Koil 90 unit untuk ukuran King, sedangkan tipe single 400 unit – termasuk extra bed. Tidak hanya Westin ternyata. Sebab King Koil juga dipercaya hotel-hotel lain, berbintang empat dan lima, sebagai “kasur resmi”.
Selain menjual langsung ke pasar eceran, King Koil rupanya juga menggarap hospitality industry, seperti hotel dan apartemen. Pasar “B2B” alias business to business ini cukup besar, sekitar 20-30 persen dari total penjualan. “Selain Westin, Bali, kami juga menyuplai Hotel Mulia dan JW Marriot Jakarta,” ungkap Rob Nijkrake Direktur Pemasaran PT King Koil Internasional.
Menurut lajang kelahiran Henggelo, Belanda, 7 Oktober 1974 itu, King Koil hadir di Indonesia sejak 1996 melalui PT King Koil Internasional Indonesia. Sejak awal kasur pegas ini dirancang untuk masuk pasar segmen kelas atas. Meski ada beberapa pemain di kelas ini, sebutlah Serta, Dunlopillo, Lady Americana, Spring Air, dan Dreamline – dengan harga jualnya mulai Rp 4 hingga 40 juta, Rob menuturkan bahwa pertumbuhan penjualan King Koil relatif cepat. Bahkan saat ini ia mengklaim market share-nya untuk pasar kelas atas mencapai 35%-40%. “Kami menjadi market leader untuk segmen premium,” tegasnya.
Memang, King Koil yang produksinya dipusatkan di Galeong, Mauk, Tangerang, sempat terkena imbas dari krisis moneter tahun 1998, namun demikian dari pertumbuhan penjualannya tidak pernah negatif. Bahkan, menurut Rob, pada saat krisis tersebut King Koil tetap melakukan investasi untuk mereknya, tetap melakukan promosi dan meneyediakan bujet untuk iklan. “Meskipun daya beli masyarakat turun, tapi kami bisa tumbuh sekitar 10%,” katanya.
Dalam kondisi makro yang kurang menguntungkan angka tersebut relatif baik, sementara rata-rata pertumbuhan penjualan King Koil saat ini sekitar 20% per tahun. Jika pada awal kehadirannya di Indonesia King Koil bisa menjual 8.000 unit, maka akhir tahun 2004 King Koil bisa membukukan penjualan sekitar 28.000 unit, dan tahun ini diperkirakan meningkat sekitar 20% menjadi 35.000 unit di seluruh Indonesia.
Saat ini King Koil memliki cabang di beberapa kota besar, seperti Semarang, Surabaya, Bali, Medan, Pekanbaru, Palembang, Makasar, Manado, dan lain-lain. Rahasianya, selain menjual ke end user langsung, sejak 1997 King Koil tidak melupakan permintaan korporat yang biasanya membutuhkan kasur dalam partai besar.
Hotel, misalnya, dengan kapasitas 500 kamar, permintaannya bahkan bisa dua kali lipat. Harganya pun relatif tinggi, Hotel Mulia Senayan, contohnya, berani memakai kasur seharga Rp 10 juta per unit. “Tempat tidur merupakan komponen terpenting bagi hotel, demi kenyamanan tidur para tamu. Untuk itu mereka tidak segan-segan mengeluarkan investasi yang tinggi,” jelas Rob.